Ubah Sampah Jadi Energi, Guru di Malang Ciptakan Briket Kompos dari Daun Kering

Pers Pangannews

Monday, 18 November 2024 15:58 WIB

news
Guru di Malang Ciptakan Briket Kompos dari Daun Kering. (Foto : Fixabay)

Pangannews.id - Supriyadi, seorang guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP Negeri 30 Kota Malang, Jawa Timur, memperkenalkan inovasi ramah lingkungan berupa briket kompos ekonomi atau "brikomek" yang berbasis teknologi screw press.

Inovasi ini bertujuan untuk memanfaatkan sampah organik, seperti daun kering, menjadi produk yang berguna serta mendukung upaya pelestarian lingkungan. Ide pembuatan briket arang ini berawal dari banyaknya daun kering yang jatuh di lingkungan sekitar sekolah.

"Bahan utama briket ini sebagian besar berasal dari daun kering yang berjatuhan di area sekolah. Daun-daun tersebut dikumpulkan dan diolah untuk menjadi briket," ujar Supriyadi, seperti dikutip dari Antara.

Untuk setiap pembuatan briket, Supriyadi dan tim di SMP Negeri 30 memerlukan sekitar empat kantong besar daun kering setiap harinya. Setelah daun kering dikumpulkan, mereka diolah terlebih dahulu menjadi pupuk kompos, yang kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi briket arang.

Namun, proses pembuatan briket ini tidak berjalan mulus pada awalnya. Supriyadi mengungkapkan, pada percobaan pertama, pihaknya mencoba 100 persen menggunakan kompos daun kering, namun hasilnya tidak berhasil. Sehingga harus melakukan beberapa percobaan untuk mendapatkan komposisi yang tepat.

Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya ditemukan formula yang pas untuk menciptakan briket yang berkualitas. Campuran yang digunakan terdiri dari 45% kompos daun kering, 30% arang tempurung kelapa, 50% arang sekam, dan 5% tepung tapioka.

Semua bahan ini dicampur dan kemudian dicetak menggunakan alat pres yang juga dirancang oleh Supriyadi dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti garpu sepeda onthel dan pipa air.

Proses pembuatan briket tidak hanya mengandalkan bahan dan teknik yang tepat, tetapi juga memerlukan waktu pengeringan yang cukup lama. Dalam kondisi cuaca panas, briket memerlukan waktu sekitar tiga hari untuk mengering, namun jika cuaca mendung, proses pengeringan bisa memakan waktu hingga lima hingga enam hari.

Setelah briket kering, kualitasnya diuji dengan cara dilemparkan ke dinding atau dijatuhkan ke ubin. Briket yang semakin keras dan tidak mudah pecah menunjukkan kualitas yang lebih baik. Bahkan, Supriyadi menyatakan bahwa briket tersebut telah teruji untuk digunakan sebagai bahan bakar, Sudah dipakai untuk memasak mie, dan hasilnya sangat memadai.

Inovasi briket kompos ini juga dipamerkan di Malang Creative Center pada 11 November 2024, sebagai bagian dari upaya Supriyadi untuk mengenalkan teknologi ramah lingkungan kepada masyarakat, khususnya kepada siswa-siswi di sekolahnya.

"Melalui proyek ini, saya ingin memberikan pemahaman kepada anak-anak bahwa solusi untuk masalah lingkungan tidak hanya berasal dari teori, tetapi juga dari praktik yang bisa mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari," tambah Supriyadi.

Inovasi ini tidak hanya mengatasi masalah sampah organik di sekitar sekolah, tetapi juga mendukung penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.  

Editor : Adi Permana


Kolom Komentar

You must login to comment...