BNN Buka Peluang Riset Ganja, Tegaskan Bukan untuk Legalisasi

Pers Pangannews

Thursday, 19 June 2025 16:45 WIB

news
BNN buka peluang riset ganja, tegaskan bukan untuk legalisasi. (Foto : BSKDN Kemendagri)

Pangannews.id – Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan bahwa peluang yang diberikan untuk penelitian ganja demi kepentingan medis tidak dapat diartikan sebagai bentuk legalisasi narkotika tersebut di Indonesia.

Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN, Inspektur Jenderal Polisi Agus Irianto, menyatakan bahwa penelitian ganja hanya boleh dilakukan oleh institusi dengan kredibilitas tinggi dan fasilitas laboratorium berstandar, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“BNN juga akan bertindak sebagai pusat laboratorium nasional guna memastikan kualitas, kontrol, dan pengawasan ketat terhadap penelitian,” ujar Irjen Pol. Agus, seperti dikutip dari Antara, Kamis (19/6/2025).

Pernyataan tersebut memperkuat penegasan Agus dalam diskusi interaktif bersama mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, pada Sabtu (14/6/2025), bahwa Indonesia tidak serta-merta mengikuti tren global dalam menyikapi perubahan klasifikasi ganja oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sebagai informasi, WHO telah memindahkan ganja dari klasifikasi zat Schedule IV ke Schedule I. Jika sebelumnya ganja tergolong sebagai zat sangat berbahaya tanpa manfaat medis, kini statusnya diakui memiliki potensi medis meskipun tetap berisiko tinggi disalahgunakan.

“Perubahan klasifikasi ini membuka ruang untuk riset, bukan untuk legalisasi. Semua tetap dalam pengawasan ketat,” tegas Agus.

Ia mengingatkan bahwa pengalaman sejumlah negara seperti Thailand dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan kriminalitas setelah legalisasi ganja.

Di Indonesia sendiri, riset BNN menunjukkan bahwa kadar Tetrahydrocannabinol (THC) pada tanaman ganja lokal mencapai lebih dari 15 persen, kadar yang lebih cocok untuk rekreasi daripada pengobatan.

Ia juga menyoroti bahwa sejumlah obat berbasis ganja seperti Marinol dan Epidiolex hanya berfungsi sebagai pereda gejala, bukan obat penyembuh untuk penyakit kronis seperti kanker atau epilepsi.

“Oleh karena itu, klaim efek penyembuhan ganja hingga kini belum memiliki dasar ilmiah yang kuat,” tambahnya.

Terkait dengan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Agus mengungkapkan bahwa seluruh permohonan telah ditolak.

MK menilai regulasi yang ada sudah memberikan kepastian hukum dan cukup memfasilitasi pengembangan ilmu pengetahuan.

Meski demikian, MK juga mendorong riset ilmiah terhadap narkotika golongan I, termasuk ganja, guna mendukung kebijakan berbasis bukti di masa mendatang.

“Menindaklanjuti putusan tersebut, BNN membuka peluang riset terhadap ganja untuk keperluan medis secara terbatas,” pungkas Agus.

Editor : Adi Permana


Kolom Komentar

You must login to comment...