Deklarasi Mandiri Bebas Dari HPAI Pada Kompartemen (Bag. 2)

Pangannews.id

Sunday, 01 September 2024 08:28 WIB

news
Foto: drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Anggota Komite Teknis Kesehatan Hewan, BSN.

PanganNews.id Jakarta, -

(BAGIAN KEDUA)

oleh drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Anggota Komite Teknis Kesehatan Hewan, BSN

Surveilans Tertarget

Surveilans di Indonesia untuk memantau virus Flu Burung mencakup surveilans terarah di pasar unggas hidup dan burung liar (angsa dan belibis) yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan Flu Burung di lingkungan.

Monitoring virus

Monitoring Virus Influenza (IVM Online) adalah sistem jaringan laboratorium kesehatan hewan berbasis web yang mengelola data antigenik dan genetik virus HPAI yang beredar di Indonesia. Balai Besar Veteriner (BBVet), sektor swasta, dan universitas bekerja sama dalam pemantauan, pengumpulan isolat, dan pelaporan ke IVM Online untuk menyediakan peta terkini virus HPAI yang beredar di Indonesia guna merekomendasikan vaksin AI yang paling tepat. Vaksinasi terhadap HPAI secara rutin dilakukan di peternakan unggas pekarangan menggunakan homolog (H5N1) atau dikombinasikan dengan H9N2 untuk LPAI sebagai tindakan pencegahan.

3.1 Kapasitas diagnostik dan pengujian dalam Jaringan Laboratorium Veteriner Kementerian Pertanian

Berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia, akreditasi laboratorium pengujian veteriner diwajibkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Semua laboratorium diagnostik veteriner di lingkungan Kementerian Pertanian menerapkan sistem manajemen mutu formal dan terakreditasi menurut ISO 9001:2008 atau 2015. Laboratorium tersebut juga menerapkan sistem jaminan mutu dan terakreditasi untuk laboratorium pengujian menurut ISO/IEC 17025:2015. Penilaian kemampuan menguji antar laboratorium dan uji komparatif antar laboratorium veteriner dilakukan secara rutin dan berkala untuk penyakit prioritas termasuk flu burung. Semua laboratorium diagnostik veteriner di lingkungan Kementerian Pertanian juga memiliki sistem manajemen biorisiko. Penilaian jaminan keamanan bagi petugas dan lingkungan dilakukan melalui penilaian biosekuriti dan biosafety untuk prosedur, implementasi, dan peralatan pengujian serta pendukungnya (misalnya, biosafety cabinet). Pelatihan dan pengangkatan petugas di setiap laboratorium veteriner yang bertanggung jawab terhadap biosekuriti dan biosafety telah dilakukan.

Laboratorium Kesehatan Hewan di Indonesia memiliki jaringan laboratorium yang kuat untuk memantau virus influenza pada hewan. Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Yogyakarta merupakan laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian sebagai Laboratorium Rujukan Nasional Flu Burung, sehingga BBVet Wates memiliki tanggung jawab untuk melakukan uji profisiensi nasional, memimpin penetapan standar uji flu burung nasional, dan memetakan pergeseran genetik virus AI. BBVet Wates dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet) telah terakreditasi menurut ISO 17043:2010 oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai penyelenggara uji profisiensi Flu Burung. Jaringan Pemantauan Virus Flu Burung (BVet) memiliki kerja sama yang erat dengan Laboratorium Rujukan WOAH, khususnya Australian Centre for Disease Preparedness (ACDP), yang sebelumnya dikenal sebagai Australian Animal Health Laboratory (AAHL). Terdapat Program Twinning Laboratorium WOAH yang sedang berlangsung antara DIC Wates sebagai Laboratorium Rujukan Nasional dengan ACDP.

Dalam skema kompartementalisasi, kapasitas laboratorium perusahaan dan catatan laboratoriumnya yang terkait dengan pengujian Virus Flu Burung dinilai oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan uji komparatif dengan laboratorium BBVet yang relevan harus dilakukan selama surveilans untuk menunjukkan bebas dari Flu Burung.

3.2. Organisasi yang terkait dengan pengendalian kesehatan hewan

Sektor Kesehatan Hewan di Indonesia dikelola oleh Kementerian Pertanian melalui berbagai organisasi di bawahnya. Perusahaan yang mengajukan kompartemen bebas AI umumnya memiliki jaringan produksi unggas sendiri, mulai dari peternakan Grand Parent Stock (GPS), tempat penetasan, peternakan Parent Stock (PS), peternakan komersial, pabrik pakan, rumah pemotongan hewan, hingga pengolahan produk makanan. Untuk perusahaan skala kecil, umumnya tidak ada yang mendaftar untuk diakui sebagai kompartemen bebas AI karena mereka belum membangun perdagangan internasional. Pengajuan kompartemen bebas AI bersifat sukarela bagi unit peternakan yang menginginkan jaminan yang lebih kuat dari pemerintah Indonesia.

3.3 Pemantauan penyakit hewan yang rutin dilakukan di perusahaan pembibitan unggas

Perusahaan pembibitan yang lebih besar mempekerjakan setidaknya satu dokter hewan unggas spesialis, yang berkantor pusat di kantor pusat perusahaan dan mengunjungi masing-masing peternakan dan tempat penetasan secara rutin. Mereka juga memiliki laboratorium perusahaan sendiri di mana dokter hewan melakukan pemeriksaan post-mortem. Teknisi laboratorium yang terlatih akan melakukan pengujian diagnostik dan surveilans rutin di laboratorium perusahaan. Perusahaan yang lebih kecil memiliki perjanjian kontrak dengan praktik dokter hewan unggas spesialis regional dan/atau DIC untuk melakukan pekerjaan veteriner dan laboratorium bagi mereka.

Semua perusahaan pembibitan adalah anggota Zona Usaha Unggas Kompartemen (ZPB) yang diawasi pemerintah. ZPB sepenuhnya melaksanakan persyaratan Keputusan Menteri Pertanian No. 28 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan dan Penataan Zona Usaha Unggas Kompartemen, yang menetapkan kondisi biosekuriti dan manajemen yang baik untuk kawanan unggas dan tempat penetasan. ZPB juga mengharuskan kawanan unggas untuk diuji secara rutin dengan hasil negatif untuk Salmonella dan Mycoplasma. Peraturan menteri tersebut mewajibkan bahwa kawanan dan tempat penetasan yang ingin mengekspor ke negara lain harus mematuhi aturan ini. Kawanan dan tempat penetasan harus diperiksa setidaknya satu kali setahun oleh dokter hewan resmi untuk memastikan bahwa mereka terus memenuhi persyaratan.

Peternakan unggas di Indonesia secara rutin menggunakan vaksin untuk berbagai penyakit dan melakukan uji serologis terhadap efikasi vaksin tersebut secara berkala untuk memeriksa apakah respons vaksin memadai (dan tidak ada titer ekstrem yang mungkin disebabkan oleh infeksi). Penyakit yang dipantau efikasi vaksinnya adalah: Avian Influenza, Newcastle Disease, Infeksi Mycoplasma gallisepticum, Infeksi Mycoplasma synoviae, Avian Encephalitis, Chicken Anemia Virus, Infectious Bronchitis, Infectious Bursal Disease (Gumboro), dan Infectious Laryngotracheitis (untuk ayam dan itik). Selain itu, setiap unit peternakan/flock yang akan dijadikan produk ekspor akan dilakukan pengujian PCR/serologi sebelum ekspor untuk penyakit yang dipersyaratkan dalam persyaratan kesehatan negara tujuan ekspor.

Indonesia hanya memperbolehkan impor bibit unggas seperti DOC, DOD, dan/atau telur tetas dari negara/kawasan/kompartemen yang berstatus bebas flu burung tanpa vaksinasi. Hal tersebut tertuang dalam persyaratan kesehatan veteriner yang ditetapkan oleh otoritas veteriner nasional. Sumber bibit unggas di Indonesia berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris, Prancis, Australia, dan Selandia Baru. Pelaksanaan impor DOC ini sesuai dengan ketentuan Artikel 10.4.9. dan 10.4.10 dari WOAH Terrestrial Code dengan mewajibkan perusahaan yang mengimpor DOC untuk menyertakan Surat Keterangan Asal dari negaranya. Surat keterangan tersebut memuat daftar penyakit yang bebas dari negara pengimpor, termasuk bebas HPAI. Ekspor produk unggas lainnya ke Indonesia sangat terbatas. Saat ini, Indonesia hanya mengimpor bulu, hanya dalam bentuk yang telah diolah sesuai dengan ketentuan Artikel 10.4.20. – 10.4.21 dari WOAH Terrestrial Code.

3.4 Sistem peringatan dini

Sebagai bagian dari sistem peringatan dini, semua kasus dugaan Flu Burung harus dilaporkan oleh peternak kepada petugas lapangan melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS). Semua laporan akan memicu investigasi dalam 24 jam oleh Laboratorium Daerah (Balai Besar Veteriner/BBVet) untuk konfirmasi. Jika terjadi wabah di kompartemen unit, semua kawanan yang terinfeksi akan dimusnahkan, dan sertifikat bebas AI mereka dicabut.

Sebagai bagian dari sistem peringatan dini, IVM Online mengumpulkan informasi tentang semua isolat dari kasus klinis yang dilaporkan dan juga dari populasi umum di pasar unggas hidup. Isolat ini akan melalui analisis biomolekuler untuk memeriksa apakah virus yang beredar secara genetik berbeda dari virus asli dan apakah vaksin yang digunakan di Indonesia masih efektif untuk melindungi dari penyakit tersebut.

Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk meningkatkan kesiapsiagaan penyakit dan kesadaran masyarakat, khususnya untuk strain AI baru, menggunakan program yang disebut "basis 3E", yaitu a) deteksi dini, b) respons dini, dan c) pelaporan dini. Deteksi dini dilakukan berdasarkan surveilans dari laporan masyarakat dan juga surveilans aktif BBVet di masing-masing wilayah. Respons dini dilakukan dengan melakukan verifikasi dan investigasi laporan dugaan AI. Pelaporan dini merupakan tahapan pelaporan dari peternak kepada petugas kesehatan hewan setiap menemukan kasus dugaan AI untuk dilakukan diagnosis pasti. Pelaporan dini juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Hewan Provinsi dan Karantina dengan memantau pergerakan unggas dan produk unggas di wilayah perbatasan negara dan perbatasan antarprovinsi. Untuk kasus AI yang terjadi di suatu wilayah, akan dilakukan tujuh langkah respons sebagai berikut: 1) fokus pada unggas yang terinfeksi, 2) disinfeksi, 3) pergerakan hewan, 4) pembuangan unggas yang mati, 5) vaksinasi, 6) sosialisasi kepada masyarakat, dan 7) memastikan keberhasilan pengendalian. Jika terjadi wabah di kompartemen unit, maka semua unggas yang terinfeksi akan dimusnahkan, dan sertifikat bebas AI-nya dicabut.

KESIMPULAN

WOAH telah mempertimbangkan bahwa:

  • Infeksi virus HPAI pada unggas tidak terjadi di semua daftar kompartemen (terdiri dari 100 peternakan dari 20 perusahaan) selama 12 bulan terakhir;
  • Surveilans telah dilakukan sesuai dengan Artikel 10.4.26 hingga 10.4.30 dari Terrestrial Code - WOAH;
  • Sistem notifikasi dan informasi epidemiologi tentang HPAI dan layanan Veteriner Indonesia masing-masing mematuhi Chapter 1.1. dan 3.1.; dan
  • Kompartemen dikelola sebagaimana ditetapkan dalam Artikel 4.4.3 dan Chapter 4.5. dari Terrestrial Code - WOAH.
  • Delegasi WOAH Indonesia menyatakan bahwa seratus kompartemen yang disertakan dalam laporannya mematuhi persyaratan bebas dari HPAI pada unggas per 29 Januari 2021, sesuai dengan ketentuan Bab 1.6, 4.4, 4.5, dan Artikel 10.4.4. dari Terrestrial Code - WOAH (edisi 2021). (*/Adv)

Berita Terkait

Kolom Komentar

You must login to comment...