Sunday, 17 November 2024 10:57 WIB
PanganNews.id - Jelang sebulan pemerintahan Prabowo Gibran dilantik, Indonesia dikagetkan oleh aksi peternak susu yang membuang produksi susu mereka di Boyolali karena tidak diserap oleh Industri. Kejadian ini kontan menarik banyak pihak berkomentar termasuk Badan Gizi Nasional dan Menteri Pertanian.
Amran Sulaiman malah mencancam pabrik-pabrik pengolahan susu yang menolak menyerap susu peternak lokal akan mengancam izin import mereka ditahan. Satu langkah yang baik dan tampak nasionalis sekali. Tetapi apakah regulasi memaksa industri yang menyerap 37 ribu orang dengan investasi 23,4 trilyun Itu memang efektif untuk meningkatkan serapan susu segar dari peternak lokal kita?
Produksi susu segar nasional cenderung stagnan: 946.388 L pada tahun 2021, turun menjadi 824.273 L pada tahun 2022 lalu naik sedikit menjadi 837.223 L pada tahun 2023. Kelihatan sekali kementan era Jokowi 3 tahun terakhir tidak merawat para peternak susu sapi ini dengan baik. Padahal demand dari Industri Pengolahan Susu (IPS) sendiri sangat tinggi mencapai 4,4 juta ton pada tahun 2022 atau sekitar 4.270 Liter jika kita anggap berat jenis susu di angka 1.03 (masih dalam patokan SNI).
"Dari angka yang sangat jomplang ini, mata awam akan gampang sekali menyalahkan industri pengolahan susu sehingga tentu akan dengan gampang pula muncul pembelaan membabi buta pada Menteri Amran" Muhammad Sirod, pengurus pusat DPN HKTI dan PISPI berkomentar. "Harus dipahami ketika para peternak lokal kita tidak dikelola dengan baik, bibit sapi perah bermutu tidak ditambah, regulasi tidak dibenahi, supply susu pada IPS tidak diawasi, maka hasilnya adalah produksi stagnan dari tahun ke tahun. Gampang sekali menyalahkan Industri Susu apalagi main ancam, tapi jangan sampai karena kementerian yang beliau pimpin itu kurang maksimal kinerjanya, gampang sekali main ancam ke industri hilir, ya jangan begitu juga lah.." Sirod memberi saran.
"Indonesia memiliki problem unik dalam komoditi pertaniannya, ada beberapa kasus mirip dengan susu yang tidak seimbang antara hulu dan hilirnya. Misalnya saja jumlah import gandum besar sekali, padahal indonesia tidak punya lahan untuk menanam gandum, tapi di hilirnya industri roti dan mie instant nasional mungkin yang terbesar sedunia. Industri ini menyerap banyak sekali tenaga kerja, dan bukan itu saja juga menimbulkan ekonomi ikutan dengan munculnya warung-warung mie instant yang menghidupi banyak keluarga" pengamat pertanian lulusan Teknik Industri IPB ini melanjutkan.
Sirod pun pesimis pada pernyataan Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang akan menyerap susu sapi peternak bila penjabaran prosesnya tidak dibenahi. "Susu yang diperah oleh para peternak itu, kan gak mungkin langsung disajikan fresh saat itu juga kepada titik-titik sekolah yang dilayani oleh BGN, ia harus dipasteurisasi dulu, dikirim lalu dibuat stok di titik layanan BGN yang bisa melayani 5-7 sekolah. Apa sudah siap itu BGN? Saya kok gak yakin ya", Ia pesimis.
"Saya pernah lihat percontohan BGN yang di Sukabumi itu, susu UHT distock seperti di gudang-gudang grosir produk fast moving consumer dan minimarket, artinya kalau BGN ingin menyerap susu peternak, teknologinya ya musti UHT dan pakai tetrapack, memangnya mereka berpikir sampai sedetil itu di puluhan ribu titik layanan? Saya kira gak mudah itu, butuh banyak pihak yang dilibatkan" ia menutup wawancara tersebut dengan nada pesimis. (*/Adv)
2 jam yang lalu
5 jam yang lalu
You must login to comment...
Be the first comment...