Sunday, 01 September 2024 06:07 WIB
PanganNews.id Jakarta, - oleh drh. Pudjiatmoko, Ph.D
Anggota Komite Teknis 11-16 Kesehatan Hewan, BSN
1. Pendahuluan
Penyakit flu burung Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) subtipe H5N1 bersifat endemik dan dianggap sebagai masalah utama bagi industri perunggasan di Indonesia. Sejak tahun 2004, Pemerintah Indonesia telah menerapkan langkah-langkah pengendalian strategis untuk HPAI yang meliputi vaksinasi, penguatan langkah-langkah biosekuriti, surveilans penyakit, kebijakan pemberantasan di daerah endemik, depopulasi di daerah yang baru terinfeksi, dan kesadaran masyarakat yang berkelanjutan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 4026/Kpts/OT.140/4/2013, HPAI ditetapkan sebagai penyakit yang wajib dilaporkan dan salah satu penyakit hewan menular strategis di Indonesia yang menjadi prioritas pengendalian. Salah satu strateginya adalah penerapan vaksinasi yang dilakukan secara intensif pada jenis ayam ras indukan dan petelur. Vaksinasi tidak dilakukan di peternakan ayam pedaging komersial dan unggas pekarangan. Pemerintah biasanya menyediakan program vaksinasi untuk pencegahan flu burung.
Sebagai bagian dari pengendalian penyakit, perlindungan kesehatan, dan jaminan keamanan pangan, Kementerian Pertanian telah menerapkan kompartemen bebas HPAI untuk peternakan unggas sejak 2008 mengikuti konsep 'zonasi' dan 'kompartementalisasi' yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan hewan dunia (WOAH). WOAH adalah organisasi antar pemerintah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan hewan di seluruh dunia. Produksi unggas di Indonesia terdiri dari grandparent stock (GPS) ayam pedaging; GPS ayam petelur; parent stock (PS) ayam pedaging; PS ayam petelur; tempat penetasan; ayam pedaging komersial, ayam petelur komersial, dan ayam pekarangan.
Perwakilan industri unggas di Indonesia tertarik untuk membangun ekspor telur tetas dan beberapa produk unggas. Mengingat situasi epidemiologi HPAI saat ini di Indonesia, pemberantasan penyakit ini dalam beberapa tahun ke depan masih sulit dicapai. Oleh karena itu, pembentukan kompartemen bebas HPAI merupakan cara penting untuk mengurangi dampak negatif penyakit ini terhadap dunia perdagangan. Selain itu, karena tantangan dalam mengendalikan populasi burung liar yang berperan dalam penularan AI, kompartementalisasi bebas HPAI merupakan pendekatan yang tepat untuk memastikan kesehatan unggas dalam kompartemen bebas AI dan produk yang dihasilkannya.
2. Kompartemen bebas dari HPAI di Indonesia
Pengendalian flu burung (AI) di Indonesia difokuskan pada peningkatan biosekuriti pada ternak, sertifikasi kompartemen bebas dari AI, dan pelatihan dinamika virus AI di lapangan yang menargetkan pemangku kepentingan untuk dua tujuan: memproduksi dan menggunakan vaksin yang efektif. Faktanya, sangat sulit bagi negara-negara dengan status endemik, termasuk Indonesia, untuk mendapatkan dan mempertahankan status bebas AI di seluruh wilayah negara. Konsep yang lebih layak adalah mendapatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan yang berbeda untuk kompartemen unggas di dalam negeri. Implementasi kompartemen bebas dari AI yang didukung oleh badan legislatif nasional memungkinkan perusahaan unggas untuk mendapatkan status bebas AI secara kompartemen.
Kompartemen bebas AI memberi peluang kepada sektor swasta untuk melindungi investasi mereka dengan menetapkan pemisahan antara ternak dan spesies liar. Kementerian Pertanian menetapkan penerapan kompartemen melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/OT.140/5/2008 (Zonasi dan Kompartementalisasi) mulai tahun 2008. Dokumen ini menguraikan secara rinci persyaratan untuk membentuk kompartemen serta surveilansnya. Setidaknya terdapat empat prinsip dan ketentuan sesuai dengan Terrestrial Animal Health Code - WOAH (Terrestrial Code, Edisi 2021): Chapter 1.4. Animal Health Surveillance; Chapter 4.4. Zoning and Compartmentalisation; Chapter 4.5. Application of Compartmentalisation; dan Chapter 10.4 Infection with High Pathogenicity Avian Influenza Viruses yang harus dipatuhi.
Pembentukan kompartemen bebas dari HPAI meliputi:
1. Penyusunan dan sosialisasi regulasi kompartementalisasi serta pedoman pelaksanaan kepada staf pemerintah dan pemangku kepentingan.
2. Pelatihan dan seleksi inspektur kompartementalisasi serta staf laboratorium.
3. Sistem kompartemen saat ini ditargetkan untuk diterapkan oleh perusahaan industri perunggasan atau sistem industri terpadu Sektor 1 dengan tingkat biosekuriti yang tinggi dan unggas/produk yang dipasarkan secara komersial (misalnya, peternakan yang merupakan bagian dari perusahaan produksi ayam pedaging terpadu dengan prosedur operasi standar yang ditetapkan dan diterapkan dengan jelas untuk biosekuriti). Oleh karena itu, mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk membuat kompartemen.
4. Evaluasi hasil proses dan masalah/kendala selama pemeriksaan awal kompartemen.
5. Peningkatan proses, prosedur, dan pelaksanaan kompartementalisasi: (a) Pendaftaran secara online dan manajemen dokumen. Semua dokumen yang diperlukan diserahkan melalui sistem online dan dikelola secara elektronik; (b) Standarisasi proses tinjauan dokumen persyaratan (desk review) dan inspeksi lapangan. Proses dan alat dalam inspeksi kompartemen terstandardisasi dan digunakan oleh inspektur; (c) Pembuatan daftar kompartemen bebas HPAI; dan (d) Peningkatan jumlah inspektur seiring dengan meningkatnya minat terhadap kompartementalisasi.
Kompartemen bebas dari AI dapat diusulkan oleh perusahaan yang telah menerapkan persyaratan berikut:
1. Unit peternakan memiliki pembatas fisik yang jelas yang memisahkan peternakan dari lingkungan sekitar. Pemerintah hanya menerima unit peternakan yang memiliki pagar dengan hanya satu akses untuk masuk dan keluar unit peternakan, untuk dinilai sebagai kompartemen. Peternakan harus menggunakan sistem kandang tertutup, dilengkapi dengan prosedur pengendalian satwa liar dan burung liar. Setiap tamu yang bukan karyawan peternakan harus meminta izin sebelum berkunjung dan mengisi buku tamu selama kunjungan.
2. Unit peternakan sebelumnya tidak memiliki infeksi virus flu burung atau infeksi virus HPAI selama 12 bulan pada populasi unggas yang rentan (baik yang divaksinasi maupun yang tidak divaksinasi).
3. Menerapkan Praktik Peternakan yang Baik (Good Farming Practices) atau Praktik Pembibitan yang Baik (Good Breeding Practices) sesuai panduan WOAH sebagai prosedur umum yang diterapkan di semua tingkatan manajemen ternak. Ini mencakup manajemen peternakan umum, manajemen kesehatan hewan, obat-obatan hewan dan biologi, pemberian pakan dan air minum hewan, lingkungan dan infrastruktur, serta penanganan hewan dan produk, termasuk rencana biosekuriti.
4. Karyawan mendapatkan pelatihan dan memperbarui penerapan manajemen kesehatan unggas, khususnya biosekuriti.
5. Melaksanakan tindakan biosekuriti yang ketat (isolasi, pengendalian pergerakan, dan pembersihan-disinfeksi) dengan dokumentasi dan catatan yang lengkap.
6. Melaksanakan surveilans mandiri rutin: pemantauan tanda klinis dan kelainan penyakit unggas, pengujian antibodi maternal, pemantauan pasca vaksinasi, nekropsi rutin, dan pemantauan kesehatan unggas.
7. Hanya vaksin AI berlisensi yang digunakan dalam program vaksinasi. Titer vaksin dan keseragaman antibodi dipantau secara berkala dan terdokumentasi dengan baik.
8. Pengendalian hama, hewan liar, tikus, dan tumbuhan di sekitar unit kompartemen.
9. Melaksanakan uji laboratorium jika ditemukan unggas sakit atau jika terjadi peningkatan kasus yang diduga dan melaporkannya kepada otoritas veteriner jika diduga AI.
10. Perusahaan yang telah tersertifikasi bebas AI dapat kehilangan status bebasnya apabila terbukti melanggar ketentuan di atas atau ditemukan kasus AI di unitnya (sejak tahun 2008, tidak ada perusahaan yang kehilangan status bebas AI).
11. Perusahaan melakukan pencatatan terhadap segala hal termasuk asal hewan (misalnya anak ayam umur sehari (DOC)), serta pengeluaran dan pemasukan barang, serta manusia, sebagai bagian dari ketertelusuran segala hal (alat, bahan, barang dan orang) yang masuk dan keluar unit peternakan. Semua DOC, telur, dan ayam yang masuk dan keluar unit peternakan dicatat.
Pemantauan kompartemen
Pemantauan kompartemen dilakukan secara internal dan eksternal. Surveilans internal dilakukan oleh manajemen internal pada titik-titik kritis dengan memantau proses pengelolaan usaha peternakan sesuai dengan Good Breeding Practice dan/atau Good Farming Practice. Surveilans eksternal dilakukan secara berkala oleh dinas kabupaten/kota sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan, dinas provinsi sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan, dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Mereka akan memantau lalu lintas hewan "keluar masuk" di wilayah kerjanya, memberikan pelatihan penyegaran tentang biosekuriti dan surveilans, serta memastikan tidak ada kasus terduga di unit peternakan dari waktu ke waktu.
Untuk menjaga agar terbebas dari HPAI, Indonesia telah melakukan beberapa upaya pengendalian AI melalui surveilans, vaksinasi, penerapan langkah-langkah biosekuriti, serta komunikasi dan pendidikan kepada para pemangku kepentingan.
Surveilans Flu Burung pada Unggas
Indonesia secara rutin melaporkan kasus AI kepada WOAH setiap 6 bulan. Surveilans AI dilakukan melalui pengamatan harian terhadap tanda-tanda klinis AI pada unggas yang sakit oleh layanan kesehatan hewan di lapangan (surveilans umum) serta surveilans terarah untuk memantau virus AI.
Surveilans Pasif
Direktorat Kesehatan Hewan menerima laporan kasus suspek secara teratur dan terus-menerus, dan semuanya tunduk pada investigasi resmi, termasuk laporan penyakit yang diselidiki berdasarkan instruksi dan prosedur resmi standar, yang dilakukan melalui surveilans dan intervensi di pasar unggas serta layanan veteriner nasional. Kasus suspek flu burung dapat dilaporkan langsung oleh peternak kepada petugas lapangan veteriner melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS) menggunakan layanan pesan singkat (SMS), atau melalui surveilans rutin oleh Balai Besar Veteriner (BBVET). Laporan ini berdasarkan pada tanda-tanda klinis yang ditemukan di lapangan, seperti depresi, kehilangan nafsu makan, berhenti bertelur, tanda-tanda neurologis, pembengkakan dan perubahan warna biru pada jengger dan pial akibat gangguan sirkulasi darah, batuk, bersin, dan diare. Kematian mendadak tanpa tanda-tanda sebelumnya juga diduga. Laporan akan ditindaklanjuti dengan pengujian laboratorium untuk diagnosis definitif.
Surveilans Aktif
Sampel akan diambil dari unit peternakan untuk menguji flu burung guna memastikan tidak adanya infeksi virus flu burung. Unggas di tempat-tempat ini akan diuji secara acak menggunakan metode deteksi virus dan serologis. Sampel terdiri dari sampel darah dan usapan kloaka/nasofaring. Laboratorium akan melakukan uji serologis untuk mendapatkan informasi tentang titer AI. Setiap hasil uji serologis positif akan diikuti dengan uji PCR untuk memastikan bahwa peternakan bebas dari H5 dan H7. Ukuran sampel minimum adalah 14 sampel yang diambil dari setiap kawanan unggas sesuai dengan perhitungan ukuran sampel untuk mendeteksi penyakit pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan tabel Canon & Roe (1982). Untuk populasi 10.000 hingga tak terbatas, dengan prevalensi yang diharapkan sebesar 20%, ukuran sampel total adalah 14.
(Bersambung). (*/Adv)
5 jam yang lalu
Wednesday, 11 December 2024 09:54 WIB
Sunday, 08 December 2024 20:28 WIB
You must login to comment...
Be the first comment...