Thursday, 16 May 2024 12:30 WIB
PanganNews.id, NTB - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memprotes tata kelola pembelian benih bening lobster untuk ekspor yang diambil alih oleh Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).
Sebagaimana diketahui, KKP telah secara resmi membuka kembali keran ekspor BBL setelah kebijakan ini ditutup pada tahun 2021.
Hal ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portnusspp.) yang mulai berlaku pada 21 Maret 2024.
Salah satu poin yang diatur dalam Permen KP terbaru ini yaitu, investor memperoleh BBL untuk kegiatan pembudidayaan dari Badan Layanan Usaha (BLU) KKP yang membidangi perikanan budi daya yang telah menandatangani dokumen perjanjian dengan pemerintah Indonesia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, sekaligus Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Muslim mengatakan, secara sosial kemasyarakatan, dengan dibukanya kembali pejualan BBL menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menangkap kembali benur. Masyarakat akan mendapatkan kembali nilai tambah dari hasil sumber daya keluatan di sekitarnya.
“Cuma aspek penjualan ini melalui BLU KKP. Kita yang notabenenya diatur oleh undang-undang yang memiliki potensi mengatur sumber daya kelautan perikanan nol sampai 12 mil laut kok tidak mendapat nilai tambah apa-apa,” katanya.
Padahal, lanjut dia, NTB diberikan kewajiban oleh pusat untuk memverifikasi kelompok -kelompok penangkap BBL di daerah, sekalligus menerbitkan SKnya.
Selain itu, Dinas Kelautan Perikanan di daerah juga diberikan tugas untuk membagi kuota penangkapan BBL yang disipakan oleh KKP kepada masing-masing nelayan tangkap. Menurutnya, tanggungjawab yang dilimpahkan pusat ke provinsi ini tentu memiliki konsekuensi dalam pelaksanaannya.
“Tetapi secara ekonomi, semua uang itu masuk ke pusat gitu lho. Itu yang kita soroti. Provinsi kan tidak dapat apa-apa jadinya,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah pusat melalui KKP memberikan apresiasi atau penghargaan kepada daerah untuk dua hal. Pertama, harapannya diberikan penuh kewenangan pengelolaan sumber daya kelautan perikanan dari 0-12 mil laut untuk pemanfaatannya.
Kedua, sebagai yang diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat, menyampaikan laporan, dan melakukan pengawasan laut sampai 12 mil.
“Kita mau ngawasi pakai apa, uangnya semua masuk ke pusat. Itu harapan kita. Pertama apresiasi, kedua saling menghargai secara proporsional. Jangan kita dikasi beban saja, tapi ingat juga, kita diberikan perhatian untuk bagi hasilnya, ini kan nol jadinya,” imbuhnya.
Penulis: Egi Abdul Mugni
Editor: R Muttaqien
Tuesday, 10 December 2024 16:56 WIB
Tuesday, 03 December 2024 12:54 WIB
Monday, 02 December 2024 11:12 WIB
Friday, 22 November 2024 17:30 WIB
You must login to comment...
Be the first comment...